Selasa, 15 Juli 2008

Nasyid yang di hujjah

Pertanyaan:Assalamu alaikum ustadz..Ana bukan bertanya. Hanya menyampaikan uneg-uneg ana pribadi sebagai munsyid.Ana bahagia berada di sebuah komunitas Muslim yang moderat, dimana sebuah pendapat bisa disampaikan dan didiskusikan dengan segala dalilnya. Terutama dalam hal musik dan nasyid, dimana ana lama berkecimpung. Dengan nasyid ini pula, kami makin dekat dan memiliki peluang memberikan kontribusi yang nyata bagi ummat dan dakwah.Namun ada beberapa hal yang kami sesalkan; terutama sikap para ustadz2 kami mengenai aktifitas kami dalam bernasyid ini.1. Kami dengar sendiri, juga ikhwah2 kami; dimana saat tasqif atau taujih; beberapa kali para ustadz membenturkan nasyid dengan al Quran. Misalnya, mengatakan bahwa lemahnya kedekatan para kader dakwah dengan al Quran disebabkan karena maraknya nasyid sekarang ini.Mana buktinya? Apa metode penelitiannya? Kami harap, jangan lagi ada ustadz yang mendeskriditkan maraknya nasyid sebagai sebab menurunnya kualitas para dai. Bukankah maraknya nasyid adalah sesuatu yang dahulu kita perjuangkan dan idamkan bersama? ana jadi heran.Soal turunnya kualitas dai sekarang (itupun perlu dilihat dulu ukurannya bukan? gak bisa pendapat subyektif semata); bukankah itu juga tanggung jawab para murabbinya? Janganlah kami para munsyid yang juga berniat berdakwah dijadikan kambing hitam.Kami sendiri, sebagai pihak yang lebih banyak mendengar nasyid dibanding siapapun; tidak meninggalkan aktifitas Quraniyyah kami. Hafalan kami walau tidak banyak, tetap kami jaga. Anak istri kami juga demikian. Bahkan anak saya sendiri pernah juara tahfiz Quran usia TK, mengalahkan anak para ustadz.2. Sikap beberapa ustadz yang menganggap nasyid tidak memberi kontribusi pada dakwah. Hal ini menimpa ana pribadi. Sikap all out ana dalam mengembangkan nasyid dalam Izzatul Islam; dianggap bukanlah berdakwah. Itu cuma penyaluran hobby atau maisyah, katanya.Ana nggak punya kemampuan merubah sikap para ustadz yang berpendapat demikian. Paling hanya bisa bilang; kalau memang maisyah, kok bisa kami bernasyid keliling nusantara tanpa dibayar? Kalau cuma hobby, kok bisa kami bertahan hingga 13 tahun, terkadang meninggalkan anak istri dalam waktu lama?Itu dulu ustadz. Afwan jika mengganggu. Kami hanya meminta ketegasan dan satu kata para asatidz kami yang sangat kami hormati. Janganlah kami yang ingin berkembang ini dimatikan sedemikian rupa. Mending kami bubar aja kalo begitu.Afwan jika kurang berkenan. Ana hanya berharap PKS sebagai kumpulan para ustadz bisa memberikan masukan dan meluruskan masalah ini demi kepentingan dakwah semata.Wassalamu alaikum wr. wb.afwan izis
Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu `alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d, Kami memahami perasaan Anda, termasuk perasaan mereka yang menyenangi nasyid sebagai musik alternatif islami. Namun, kita juga harus memahami perasaan sebagian ustadz yang mulai resah dengan perkembangan nasyid berikut dampaknya.Secara sekilas bila kita melakukan kilas balik nasyid, awalnya nasyid harus diakui merupakan bagian dari utuh dari aktifitas dakwah yang saat itu masih sangat kental dengan tema-tema aqidah dan syariah serta shahwah islamiyah. Bahkan bahasanya pun masih menggunakan bahasa arab yang sedikit banyak memberi semangat untuk mempelajarinya. Disamping memang ada unsur seni sastranya yang kuat, karena umumnya nasyid berbahasa arab itu berangkat dari bait-bait syi`ir yang sedemikian indah dan sangat kental nuansa jihadnya. Dan satu lagi yang paling penting, yaitu sama sekali tidak menggunakan alat musik, jsutru `arudh senandung itulah yang menjadi musik alami. Hanya saja, saat itu orang yang kenal nasyid itu sangat terbatas, yaitu para aktifis dakwah yang jumlahnya pun masih bisa dihitung dengan jari. Sebagian besar orang masih perlu mengerutkan dahinya sepuluh lipatan bila mendengar nasyid. Sehingga ketimbang menjadi alternatif hiburan yang Islami, nasyid lebih identik dengan barang aneh produk timur tengah. Lalu sedikit demi sedikit nasyid mulai populer, bahkan bahasanya pun sudah menggunakan bahasa Indonesia. Lalu satu dua group nasyid bermunculan, sebagian malah telah melakukan rekaman. Dan musik pun mulai digunakan, walaupun awalnya masih menggunakan mulut, namun akhirnya duff digunakan, lantaran ada dalil yang menyebutkan kebolehan duff tersebut. Lama-lama, alat musik lainnya ikut nongol dalam satu dua tembang nasyid. Irama dan gaya pembawaannya pun ikut-ikutan ngepop mengikuti selera pasar. Bahkan tema syairnya pun menyentuh wilayah yang lebih melebar lagi.
Dari sini mulai timbul keresahan pada sebagian ustadz dan aktivis, karena ada kecenderungan nasyid mulai keluar dari prinsip dasar dan koridor syar'inya. Tentu saja, ini tidak terjadi pada semua grup nasyid. Artinya masih ada yang masih tetap mempertahankan batasan syar'i dalam melakukan nasyid. Namun, karena banyak grup nasyid yang tidak lagi mengindahkan batasan syar'i dengan hanya mengikuti selera pasar, maka ini merupakan sebuah musibah. Ini adalah keresahan pertama.
Keresahan kedua adalah dampak dan pengaruh nasyid itu sendiri pada para pelaku dan pendengarnya. Fenomena di mana banyak aktivis yang lebih senang bernasyid sehingga meninggalkan kewajiban ibadah dan dakwahnya teryata tidak bisa dinafikan. Terutama, ini terjadi pada mereka yang masih belum matang, belum mengetahui batasan syar'i tentang musik dan nasyid, serta belum memiliki fondasi yang kuat.
Terkait dengan hal tersebut, para ulama kita telah memberikan batasan yang harus diperhatikan terkait dengan kedudukan musik, termasuk nasyid: Pertama: Lirik Lagu yang Dilantunkan. Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara', maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara', maka dilarang. Kedua: Alat Musik yang Digunakan. Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan. Ketiga: Cara Penampilan. Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara' seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath (campur baur ikhwan dan akhwat). Keempat: Akibat yang Ditimbulkan. Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagai respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi' (menutup pintu kemaksiatan) . Kelima: Aspek Tasyabuh. Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda: Artinya: "Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka" (HR Ahmad dan Abu Dawud) Keenam: Orang yang menyanyikan. Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.: Artinya:"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik"(QS Al-Ahzaab 32) Selanjutnya, saran kami kepada seluruh pihak untuk tidak mengembangkan budaya su'u zhon (buruk sangka) terhadap sesama muslim, apalagi sesama aktivis dakwah. Kami juga berharap agar Anda dan teman-teman yang lain terus mengembangkan nasyid sebagai alternatif hiburan islami yang dibutuhkan oleh umat, tentu dengan batasan syar'i yang perku diperhatikan. Serta, sangat baik kiranya kalau Anda dan teman-teman munsyid lainnya selalu mengingatkan para penikmat nasyid untuk memperhatikan batasan tersebut, di samping selalu berkonsultasi dengan para ustadz yang mengerti tentang syariah agar nuansa syar'i dalam setiap penampilan dan kegiatan Anda selalu terjaga. Selamat berdakwah melalui nasyid!
Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh


sumber : http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/11/cn/28755

Tidak ada komentar: